Ini dia kisah memilukan itu, yang pernah saya katakan di posting sebelumnya. Karena tidak berbakat mmenjadi seorang penulis, saya coret-coret blog saja :D.
Here we go.
Tahun 1998 Reno masuk perguruan tinggi. Sejak SD memang dia tergolong anak yang pintar. Sewaktu SD, dia bercita-cita menjadi seorang astronot, pernah juga kepingin jadi ahli nuklir. Yang pasti dia tidak pernah berangan-angan untuk menjadi seorang dokter, karena bau rumah sakit membuat perutnya mulas. Beranjak SMP, cita-citanya pun berubah. Dia sangat sangat ingin menjadi seorang pengacara. Tau kenapa? Karena pengacara gajinya dihitung per jam. Hahaha, akubisa kaya dengan menjadi pengacara, pikirnya waktu itu. Lulus SMP, dia masuk ke SMA favorit di kotanya. Pada waktu itu tahun 1995, dimana teknologi informasi (IT) mulai ramai di masyarakat. Kemajuan IT pun berdampak pada pemikiran Reno. Dia percaya bahwa IT tidak akan pernah mati. Jika dia bekerja di bidang IT, maka dia bisa eksis selama-lamanya. Keinginan untuk menjadi pengacara semakin lama semakin terlupakan. Dia bertekad untuk menjadi ahli IT. Pada saat kelas 2 SMA, diapun mulai menyiapkan diri untuk memasuki perguruan tinggi yang ada jurusan ITnya. Dia mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang IT dan dia semakin tertarik. Akhirnya dengan perjuangan yang lumayan, dia berhasil masuk perguruan tinggi negeri bonafid di Surabaya, sebut saja Institut Teknologi Informasi Surabaya (IT'S). Oh, dia sangat senaaaannggg. Orang tuanya pun merasa bangga pada putra sulungnya itu.
Awal-awal kuliah sampai beberapa tahun setelahnya, dia masih mengalami eforia, sampai-sampai saking semangatnya, dia agak kurang memperhatikan lingkungan sekitarnya (baca: cewek, red). Akhirnya pada tahun 2000, di tahun ke 2 nya, dia bertemu dengan mahasiswi baru di jurusannya, Evelyn namanya. Evelyn sebenarnya cewek yang biasa saja. Lumayan manis dan sangat lemah lembut, tutur katanya sopan sekali. Itu menandakan dia sangat dididik dengan baik oleh kedua orang tuanya :). Well, Reno pun, karena sudah tingkat 2 dan belum punya pasangan, dia mulai melirik ke sekitarnya. Dan saat dia berkenalan dengan Evelyn, diapun menyukai Evelyn. Katanya, suara Evelyn membuatnya sejuk dan damai. Selang 2 bulan sejak perkenalannya dengan Evelyn, merekapun berpacaran.
Reno ini, meskipun tidak berbadan tegap, namun dia so charming. Senyumnya manis dan dia sangat ramah kepada siapa saja, pintar dan suka menolong temannya atau juniornya apabila mereka tidak mengerti tentang tugas di suatu mata kuliah. Reno juga seorang asisten. He's so brilliant!
Setelah hubungannya dengan Evelyn berjalan selama beberapa bulan, Reno merasa bahwa ada teman Evelyn, Dina yang sangat...sangat suka padanya. Seems like that she wants him so bad. Reno yang setia pada Evelyn tidak terpengaruh dengan Dina. Lagian, ketimbang Dina, Evelyn lebih manis :P.
Setahun berjalan, Reno merasa ada yang salah dengan dirinya. Hal itu dia rasakan setelah bertemu dengan Reina. Begitu memandang Reina pada pertemuan pertama mereka, Reno merasa Reina adalah sosok yang sangat mendekati sosok impiannya. Setelah berkenalan, Renopun semakin yakin akan perasaannya. Reina itu manis, cerdas, murah senyum dan sangat perhatian. Reina pun menaruh hati pada Reno. Namun Reno tak bisa berbuat apa-apa mengingat statusnya saat itu adalah pacar Evelyn. Hati Reno galau. Dia bingung harus bagaimana. Akhirnya dia menceritakan pada Evelyn bahwa dia suka sama Reina. Terhadap Reina, Reno mengaku bahwa dia menyukai Reina namun dia tak sampai hati sama Evelyn. Baik Evelyn maupun Reina, setelah mendengar pengakuan Reno, menyerahkan keputusan sepenuhnya pada Reno. Yes, hal itu sukses membuat Reno lega sekaligus semakin galau.
Setelah berpikir dan berdoa, Reno memutuskan untuk tidak bersama dengan salah satu di antara keduanya. Lagi-lagi, mereka berdua pasrah. Well, mereka bertiga sama-sama menderita akibat kejadian tersebut.
Waktu berjalan, Reno lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Evelyn masih melanjutkan kuliahnya begitu juga dengan Reina.
Begitu lamanya sejak mereka terakhir bertemu, belum bisa mengubah perasaan Reno kepada Reina. Hal itu berdampak pada kehidupan cintanya. Dia selalu berharap bisa bertemu dengan orang yang seperti Reina atau paling tidak mendekati sosok Reina. Itu membuatnya sulit menemukan pasangan hidup. Sampai-sampai pada usianya yang menginjak 30 tahun, orangtuanya mulai panik melihat kenyataan bahwa putra sulungnya belum menunjukkan tanda-tanda akan mengakhiri masa lajangnya. Orangtuanya pun berinisiatif untuk mencarikan pendamping hidup putranya itu, mengenalkannya dengan anak koleganya. Reno sebenarnya tidak masalah dengan sistem perjodohan, namun belum ada yang cocok di hatinya. Hatinya masih untuk sosok Reina.
Di awal tahun 2011, Reina pergi ke Jakarta untuk menemui Reno. Tujuan Reina adalah untuk meyakinkan Reno dan dirinya bahwa mereka ditakdirkan bersama. Namun pertemuan mereka tak sesuai dengan harapan Reina. Reno tidak mengatakan apa-apa soal hubungan mereka. Reno tak memintanya untuk mendampingi hidupnya. Reina terluka dan merasa sia-sia datang ke Jakarta. Karena pertemuannya tidak menghasilkan apa-apa, Reinapun pulang ke Surabaya. Reno pun sampai detik ini belum bisa memaafkan dirinya sendiri atas ketidaktegasannya. Tak lama setelah kepulangan Reina ke Surabaya, Reno mendapat kabar bahwa Reina akan menikah dengan orang lain. Reno pasrah dan semakin merana. Namun dia harus bangkit dan tetap tersenyum.
Diary Reina
Oh, Reno....tak taukah kau, bahwa saat aku datang menemuimu, aku hanya meminta kepastianmu. Aku telah dilamar orang, namun hatiku yakin bahwa kaulah orang yang tepat yang ingin aku temani di seluruh sisa hidupku. Entah kenapa, aku yakin sekali bahwa sebenarnya kaupun menginginkanku. Whatever! Semoga ini yang terbaik.








